Minggu, 27 September 2009

dampak Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak terhadap Perdagangan Saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ)

Harga adalah nilai pertukaran atas manfaat produk (bagi konsumen maupun bagi produsen) yang umumnya dinyatakan dalam satuan moneter (rupiah, dollar, yen,rupee, dan sebagainya).
fungsi harga:
  1. Sumber pendapatan dan atau keuntungan perusahaan untuk pencapaian tujuan produsen
  2. pengendalian tingkat permintaan dan penawaran
  3. mempengaruhi program pemasaran dan fungsi-fungsi bisnis lainnya bagi perusahaan
  4. mempengaruhi perilaku konsumsi dan pendapatan masyarakat
faktor penentu harga
penentuan harga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal

faktor internal meliputi:
  1. tujuan pemasaran
  2. strategi marketing-mix
  3. organisasi
faktor eksternal meliputi:
  1. elastisitas permintaan dan kondisi persaingan pasar
  2. harga pesaing dan reaksi pesaing terhadap perubahan harga
  3. lingkungan eksternal yang lain lingkungan mikro dan lingkungan makro
Tujuan harga
  1. perusahaan yang empertimbangkan biaya akan bertujuan untuk mengendalikan keuntungan atau sekedar hanya menutup biaya
  2. perusahaan yang mempertimbangkan permintaan pasar akan bertujuan untuk mengendalikan (memperluas maupun hanya untuk mempertahankan) penjualan atau market-share
  3. perusahaan yang mempertimbangkan persaingan harga akan bertujuan untuk mengendalikan (mengatasi atau menghindari) persaingan
Sebagai contoh, Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan kegiatan investasi langsung terkoreksi. Secara sederhana tujuan investasi adalah untuk maksimisasi kemakmuran melalui maksimisasi keuntungan, dan investor selalu berusaha mananamkan dana pada investasi portofolio yang efisien dan relatif aman.

Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi juga bagi dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada pos-pos biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk. Multiple efek dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead pabrik karena naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut ditambah pula tuntutan dari karyawan untuk menaikkan upah yang pada akhirnya keuntungan perusahaan menjadi semakin kecil. Di lain pihak dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut akan memperberat beban hidup masyakarat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.

Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidak mampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi, (Republika Online, Selasa 28 Juni 2005).

Hal ini kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di dunia dengan menaikkan harga BBM. Demikian juga dengan Indonesia, DPR akhirnya menyetujui rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak pada hari Selasa 27 September 2005 sebesar minimal 50 %. Kebijakan kenaikan harga BBM dengan angka yang menakjubkan ini tentu saja menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian sehingga kebijakan ini menimbulkan banyak protes dari berbagai kalangan. Keputusan pemerintah menaikkan harga bensin, solar, dan minyak tanah sejak 1 Oktober 2005 akibat kenaikan harga minyak mentah dunia hingga lebih dari 60 Dolar AS per barel dan terbatasnya keuangan pemerintah ini direspon oleh pasar dengan naiknya harga barang kebutuhan masyarakat yang lain. Biaya produksi menjadi tinggi, harga barang kebutuhan masyarakat semakin mahal sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Secara makro cadangan devisa negara banyak dihabiskan oleh Pertamina untuk mengimpor minyak mentah. Tingginya permintaan valas Pertamina ini, juga menjadi salah satu penyebab terdepresinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Metrotvnews.com, 28 September 2005).

Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya biaya produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran roda ekonomi secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim investasi secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek naiknya harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar, khususnya pelaku pasar modal sebagai pusat perputaran dan indikator investasi.

Kontroversi kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Meskipun perekonomian Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan perekonomian dunia, akhirnya kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2005. Akibatnya, perilaku investasi di Indonesia sangat memungkinkan mengalami perubahan. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi yang terkait langsung dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi para pelaku pasar yang dapat berupa respon positif atau respon negatif tergantung pada apakah peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau negatif teradap iklim investasi. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka dimungkinkan akan terjadi reaksi negatif para pelaku pasar modal setelah pengumuman tersebut. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM ini direaksi positif oleh pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari dampak peristiwa pengumuman tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan stimulus positif pada perekonomian Indonesia.

Dengan berkembangnya kontroversi pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM tersebut, penelitian ini berusaha mengetahui dampak langsung peristiwa kenaikan BBM terhadap aktifitas perdagangan saham pada pasar modal Indonesia. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui reaksi atau respon dan perilaku pelaku pasar modal terhadap sebuah peristiwa ekonomi dan dampaknya terhadap iklim investasi secara keseluruhan di Indonesia. Dengan mengetahui perilaku para pelaku pasar modal akan dapat diramalkan tanggapan dan reaksi pasar terhadap suatu peristiwa ekonomi dan bisnis di masa yang akan datang.

Pada hakekatnya investor dalam melakukan investasi akan berusaha menanamkan modalnya pada saham perusahaan yang mampu memberikan return atau keuntungan yang bisa berupa dividen dan atau capital gain. Dengan return ini akan tercapai tujuan pokok dari investasi yaitu maksimisasi kemakmuran dengan peningkatan kekayaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha memberikan informasi atau sinyal tingkat pengembalian sebagaimana yang diharapkan investor (return saham) yang berupa capital gain dan dividen tersebut. Perusahaan selalu berusaha menjadikan sahamnya menjadi menarik bagi investor dengan berbagai kebijakan teknis maupun politis.

Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dicapainya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Berbagai peristiwa ataupun kebijakan yang dilakukan pemerintah mempunyai dampak terhadap perekonomian dan iklim investasi, jika peristiwa-peristiwa tersebut mengakibatkan perubahan return saham. Jika suatu peristiwa mengakibatkan meningkatnya return saham, berarti peristiwa tersebut direspon positif oleh para pelaku ekonomi atau pelaku pasar, sehingga suatu kebijakan pemerintah menjadi efektif manakala kebijakan tersebut direspon positif oleh investor. Sebaliknya kebijakan tersebut menjadi tidak efektif jika kebijakan tersebut direspon negatif oleh investor.

Dengan dasar penelitian-penelitian tersebut, penelitian ini dapat disebut sebagai event study replication untuk mendeteksi reaksi pasar dengan menganalisis aktivitas perdagangan saham di sekitar peristiwa pengumuman berlakunya kenaikan harga BBM. Penggunaan return saham dan volume perdagangan saham untuk mengetahui perilaku investor karena return dan volume perdagangan saham relatif lebih sensitif untuk mendeteksi reaksi atau perilaku investor terhadap adanya peristiwa. Return saham menunjukkan keuntungan riil dari sebuah investasi saham dan volume perdagangan saham merupakan aktifitas atau perilaku riil yang dilakukan investor sebagai respon adanya suatu peristiwa.

referensi :
1. dari Buku Dasar Pemasaran oleh Teguh Budiarto, Penerbit Gunadarma
2. Jurnalskripsi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar